Sabtu, 25 Mei 2019

Sudah Relevankah Sistem UTBK SBMPTN

              Para kelas XII yang baru saja lulus pasti memiliki banyak rencana, ada yang ingin melanjutkan studinya, ada yang ingin langsung kerja atau bisnis, atau ada yang ingin langsung menikah. Banyak sekali rencana-rencana mereka yang tidak bisa disebutkan semuanya disini. Tapi dari sekian banyak rencana tersebut, mayoritas mereka ingin melanjutkan studinya terutama di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Tetapi, kebanyakan dari mereka ingin melanjutkan ke perguruan tinggi negeri (PTN), karena membandingkan kualitas. Mereka semaksimal mungkin mencoba masuk ke perguruan tinggi yang mereka inginkan. Belajar mati-matian dari kelas X supaya nilai rapot meningkat setiap semester,  mencari informasi kesana-sini, dan mengikuti bimbel. Banyak dari mereka yang mencoba masuk PTN dengan menggunakan jalur rapor, seperti  SNMPTN dan PPKB di UI. Namun, banyak dari mereka yang tidak lolos melewati jalur itu—karena kuota untuk jalur tersebut terbatas—. Mereka terpaksa harus mengikuti jalur tes seperti Ujian Mandiri (UM) setiap universitas dan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK).




          UTBK adalah jalur tes masuk perguruan tinggi negeri yang dikelola oleh Lembaga Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) dimana para peserta akan melaksanakan tes di tempat yang telah ditentukan dengan pusat UTBK yang mereka pilih dan setiap peserta memiliki dua kesempatan untuk mengikuti UTBK dengan biaya pendaftaran Rp. 200.000/tes, nilai dari hasil UTBK ini akan didaftarkan untuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). UTBK sendiri terdiri dari dua jenis tes yaitu, SAINTEK dan SOSHUM yang mana setiap jenis tes terdiri dari TPS (Tes Potensi Skolastik) dan TPA (Tes Potensi Akademik).

          Seiring berjalannya UTBK banyak keluhan dari para peserta tes karena kesulitan dalam mengerjakannya. Memang soal-soal UTBK dibuat dengan standar soal HOTS (High Order Thinking Skills) dan Menristekdikti, Mohamad Nasir telah melakukan studi banding ke negara lain untuk sistem ini. “UTBK ini model pertama kali dan mulai kami coba agar government-nya semakin baik dan kami sudah studi banding ke Amerika Serikat maupun Eropa di dalam sistem penerimaan dengan gelar ini”, tutur Pak Nasir. Tapi, dalam hal lain banyak peserta yang kurang puas terhadap sistem ini. Banyak kejadian pada UTBK, bahwa ‘usaha tidak sesuai dengan hasil’, ada yang berjuangnya minimal tapi hasilnya maksimal. Sehingga, dalam menjalani masa kuliahnya tidak sesuai dengan nilai dan itu dapat menjadi masalah pribadi—karena sukar mendalami pelajaran— dan menghambat perkembangan kualitas PTN.



         Jika kita lihat ke sistem penerimaan mahasiswa di Amerika Serikat dan Inggris, mereka mempunyai sistem yang hampir sama. Seperti di Inggris, untuk mendaftar ke universitas harus mempunyai  GCSE (General Certificate of Secondary Education) dan A-Levels (Advanced Levels) yang mana materi tesnya sesuai dengan jurusan yang dipilih. Sedangkan di AS, pelamar harus mempunyai nilai SAT (Scholastic Assesment Test) semacam TPS pada UTBK. Tetapi di Inggris dan AS, para pelamar juga harus membuat semacam essai yang berisi tentang kepribadian, kelebihan dan kekurangan, opini mereka: kenapa ingin mengambil jurusan tersebut, kenapa ingin kuliah disana, apa yang akan dilakukan setelah lulus, kenapa kita layak masuk unversitas ini, dan masih banyak lagi. Sehingga mereka punya rencana-rencana yang menjadi patokan ketika menjalani kuliah dan setelah lulus. Hal ini yang berbeda dengan sistem penerimaan mahasiswa di indonesia, khususnya untuk jalur S1. Banyak dari mahasiswa yang gagal dalam masa kuliahnya karena tidak dipersiapkan dengan matang. Selain itu, banyak juga lulusan S1  yang cerdas dan berbakat tetapi karirnya tidak jelas atau malahan ada yang pengangguran. Karena tidak punya rencana-rencana yang menjadi patokan. 

         Menurut pendapat pribadi, sebenarnya sistem penerimaan mahasiswa ini sudah baik dan pemerintah beserta pihak yang mengayomi bidang ini sudah dan sedang berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi bangsanya. Hanya saja, sistem penerimaan ini harus ditingkatkan secara maksimal dan optimal. Karena, hal ini berkaitan dengan pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) kedepannya yang mana aspek tersebut merupakan aspek terpenting dalam kemajuan bangsa dan negara.

Sumber gambar: